Aliansi Umat Islam Sintang Sampaikan Pernyataan Sikap di DPRD

Sintang, Kalbar – Puluhan perwakilan Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang menggelar konferensi pers, bersama Ketua DPRD Kabupaten Sintang, Florensius Ronny dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sintang, Heri Jambri, untuk menyampai pernyataan sikapnya, Kamis (9/9).

Bertempat di Gedung DPRD Kabupaten Sintang, pernyataan sikap Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang dibacakan oleh Syahroni. Pernyataan sikap Aliansi Umat Islam ini, terkait persoalan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan peristiwa pengerusakan tempat ibadah JAI, yang terjadi di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, pada 3 September lalu.

Berikut isi pernyataan sikap Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang yang dibacakan oleh Syahroni.

  1. Kami mengajak masyarakat Kabupaten Sintang untuk bersama – sama menjaga keamanan, menjaga kedamaian dan hidup bertoleransi di Bumi Senentang.
  2. Kami mengimbau seluruh masyarakat yang berada di luar Kabupaten Sintang untuk tidak memprovokasi, atau terprovokasi terhadap isu – isu yang beredar.
  3. Kami mempercayakan sepenuhnya, penyelesaian masalah hukum kepada pemerintah dan aparat kepolisian.
  4. Kami memastikan bahwa untuk besok, pada hari Jumat (tanggal 10 September – red) kami tidak akan melakukan gerakan apapun.

Usai membacakan pernyataan sikap Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang, Syahroni menegaskan, penyelesaian persoalan hukum anggota Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang yang ditahan oleh aparat kepolisian, dipercayakan sepenuhnya pada Gubernur Kalbar dan Kapolda.

“Kami mendorong gubernur, kapolda dan stekeholder lainnya di tingkat provinsi dan kabupaten untuk menyelesaikan kasus pengerusakan tempat ibadah Jemaat Ahmadiyah oleh anggota Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang dengan cara Restorative justice,” pintanya.

Pendekatan restorative justice, kata Syahroni, perlu dilakukan, untuk meminimalisir gejolak di masyarakat.

Mengenai bangunan tempat ibadah Jemaat Ahmadiyah, Syahroni minta pemerintah menyelesaikannya secara konkrit dan nyata, melalui regulasi yang ada, agar tidak terulang lagi kejadian seperti yang terjadi di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak Kabupaten Sintang. “Tindakan masyarakat di luar aturan hukum tidak akan terjadi lagi, jika pemerintah tegas melaksanaan regulasi yang ada,” tegasnya.

Syahroni mengatakan, Gubernur Kalbar, Sutarmidji menyampaikan pada pihaknya, bahwa Pemprov Kalbar sudah mendorong Pemkab Sintang untuk mengeluarkan surat peringatan (SP 1) untuk pembokaran tempat ibadah Ahmadiyah di Desa Balai Harapan Kecamatan Tempunak.

“Untuk penyelesaian mengenai jangka panjang, kami ingin persoalan Ahmadiyah dapat segera diselesaikan oleh pemerintah pusat, bukan hanya ditingkat kabupaten, atau provinsi saja,” katanya.

Ia meminta, pemerintah pusat harus mengkaji lebih dalam lagi terkait regulasi yang ada. Karena relugasi untuk Jemaat Ahmadiyah yang ada saat ini masih sangat ambigu. Regulasi yang ambigu membuat pemikiran masyarakat berbeda dengan pemikiran pemerintah. “Kami meminta pemerintah pusat segera membuat regulasi yang jelas untuk Jemaat Ahmadiyah tanpa mencederai hak-hak seluruh masyarakat Indonesia,” desaknya.

Masyarakat Sintang Tidak Intoleran

Ketua DPRD Kabupaten Sintang, Florensius Ronny menegaskan DPRD Kabupaten Sintang mengajak seluruh pemangku kebijakan agar dapat memberikan keputusan yang sebijak bijaknya terhadap persoalan yang terjadi di Kabupaten Sintang.

Dia mengatakan, pihaknya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Sintang sangat menyambut baik aspirasi yang sudah disampaikan Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang ke DPRD. Dia juga mendesak pemerintah pusat membuat regulasi yang tegas tentang larangan aliaran Ahmadiyah. Supaya peristiwa yang terjadi di Sintang tidak terjadi di daerah lain.

Ia juga menyampaikan keprihatinannya atas penangkapan terhadap sejumlah anggota Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang oleh kepolisian.

Ia mengimbau agar Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang mempercayakan penyelesaian masalah ini pada Pemprov Kalbar dan kepolisian. “Harapan saya, agar anggota Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang yang ditahan di Polda, pada masanya nanti, ketika semua proses sudah ditempuh, bisa segera dibebaskan. Kita mengetahui bersama, tidak ada satupun pengikut Ahmadiyah yang disentuh oleh massa, dicubit pun tidak. Kami minta ada pertimbangan ini, sehingga keputusan akhirnya anggota Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang yang ditahan bisa dibebaskan,” harapnya.

Florensius Ronny menegaskan, masyarakat Kabupaten Sintang adalah masyarakat yang cinta damai. Masyarakat Sintang hidup secara majemuk. Semua suku dan agama ada di Kabupaten Sintang. Selama ini seluruh masyarakat yang majemuk bisa hidup berdampingan dengan damai.  “Pemerintah pusat harus tahu ini. Masyarakat Indonesia harus tahu ini. Sintang selama ini baik – baik saja dengan kehidupan yang majemuk. Tidak pernah di Sintang terjadi konflik antar masyarakat,” tegasnya.

Dia menegaskan, peristiwa yang terjadi di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak tidak bisa dijadikan sesuatu untuk menyimpulkan bahwa masyarakat Sintang intoleran. Karena selama ini, di Kabupaten Sintang tidak pernah terjadi masalah terhadap kehidupan beragama dan bersuku bangsa. “Jangan kejadian di Desa Balai Harapan Kecamatan Tempunak, untuk menyimpulkan bahwa masyarakat Sintang intoleran. Masyarakat Sintang sangatlah toleransi terhadap berbagai perbedaan baik agama maupun suku bangsa. Kami sampaikan pada seluruh masyarakat Indonesia, bahwa kami masyarakat di Sintang baik-baik saja,” tegasnya.  

Masyarakat Jangan Terprovokasi

Melalui rekaman video yang tersebar di sejumlah media sosial, Asisten 1 Bidang Pemerintahan Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Sy Yasser Arafat mengajak seluruh masyarakat untuk menciptakan kondisi Kabupaten Sintang yang aman,damai dan tenteram. “Karena salah satu kata kunci dari visi pembangunan Kabupaten Sintang untuk lima tahun ke depan adalah masyarakat yang rukun,” tegasnya.

Ketua Komisi A Kabupaten Sintang, Santosa mengimbau seluruh Umat Islam di Kabupaten Sintang, para anggota Aliansi Umat Islam Kabupaten Sintang dan organisasi umat Islam, agar bisa menahan diri atas penahanan sejumlah anggota Aliansi Umat Islam oleh kepolisian. “Kita serahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berlaku. Gubernur sudah berjanji pada kita akan menyelesaikan persoalan ini demi Sintang yang aman dan kondusif. Saya imbau umat Islam untuk menahan diri, mari kita beri kesempatan kepada gubernur Kalbar untuk menyelesaikan persoalan Ahmadiyah,” ajaknya.

Sultan Sintang, Pangeran P.K.N.R. Barry Danu Brata Perdana mengajak umat Islam untuk menunggu penyelesaian masalah Ahmadiyah oleh gubernur dan Kapolda. “Tunggu keputusan gubernur dan kapolda untuk menyelesaikan persoalan Ahmadiyah di Sintang dengan damai,” pintanya.

Imbauan melalui konten video juga disampaikan oleh Ketua Dewan Masjid Kabupaten Sintang, Senen Maryono. Ia mengimbau seluruh umat Islam tetap menjaga persudaraan dan kondusifitas daerah. “Jangan mau terprovokasi, agar masalah yang ada bisa diselesaikan dengan baik. Mari kita yakini bahwa gubernur dapat menyelesaikan persoalan dengan arif dan bijaksana,” katanya.

Kepala Kementerian Agama Kabupaten Sintang, Anuar Akhmad juga meminta masyarakat untuk menjaga kondisi Kabupaten Sintang yang kondusif untuk selama lamanya. “Mari kita jaga agar Sintang tetap aman, tenang dan tentram. Sintang adalah damai, Sintang adalah baik, Sintang adalah kondusif. Itu yang harus dijaga bersama-sama,” serunya.

Ia meminta seluruh masyarakat Kabupaten Sintang untuk menjaga dirinya, menjaga keluarga dari segala macam bentuk provokasi yang ada di media sosial.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sintang, Heri Jambri mendesak pemerintah daerah tidak membiarkan persoalan Ahmadiyah berlarut – larut. “Bayangkan persoalan Ahmadiyah di Kabupaten Sintang sudah ada sejak 2004, sampai 2021 belum juga terselesaikan dengan baik,” katanya.

Dia mengatakan, urusan keagamaan memang menjadi urusan pemerintah pusat. Tapi urusan keamanan dan stabilitas daerah, pemda harus ikut bertanggungjawab. “Wujud nyata dari tanggung jawab pemerintah daerah adalah dengan menyelesaikan persoalan yang terjadi secara cepat dan bijak, serta seadil-adilnya. Bukan membiarkan permasalah berlarut – larut,” tegasnya.

Dia menilai, pemerintah daerah sudah melakukan pembiaran terhadap persoalan Ahmadiyah. Karena sudah 17 tahun persoalan yang ada belum juga terselesaikan. Padahal masalah Ahmadiyah sudah diatur dalam SKB tiga menteri dan Fatwa MUI.

“Saya katakan pemerintah daerah melakukan pembiaran. Karena sudah 17 tahun tidak ada keputusan. Sekarang tiba-tiba ada keputusan dari pemrintah daerah dengan menyatakan bahwa bangunan tempat ibadah Ahmadiyah segel secara permanen. Bentuk permanennya seperti apa kita juga tidak tahu,” ujarnya.

Ia meminta pemerintah pusat tidak melihat persoalan di Sintang dari kulitnya saja. “Jangan melihat persoalan di Sintang hanya permukaan nya saja, jangan hanya melihat persoalan perusakan tempat ibadah Ahmadiyah-nya saja. Tapi kaji dan lihat secara mendalam apa penyebab persoalan ini terjadi. Buat kebijakan sebijak-bijaknya. Harus adil terhadap semua rakyatnya,” pintanya.

Dia menegaskan, masyarakat di Kabupaten Sintang selama ini selalu hidup dengan damai. Faktanya, selama 17 tahun, dari 2004 sampai 2021. Tidak pernah ada bentrokan antara umat Islam dengan Jemaat Ahmadiyah. “Hanya saja, karena adanya pembiaran oleh pemerintah daerah terhadap persoalan Ahmadiyah, maka muncullah masalah,” ujarnya. (tantra nur andi)