Sukadana (Kalbar Post) – Pengembangan budaya daerah merupakan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat, karena budaya merupakan wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia. Bupati Kayong Utara, Citra Duani menegaskan ini pada acara Pengukuhan Dewan Pimpinan Daerah Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kabupaten Kayong Utara Masa Bhakti 2020-2025, di Aula Istana Rakyat (Pendopo Bupati), Rabu (5/8). Citra menginginkan agar seluruh anggota MABM Kabupaten Kayong Utara selalu menjaga kekompakan dan bekerja sama dalam mengembangkan budaya Kayong Utara.
“Saya ingin anggota MABM kompak dan bisa bekerja sama dalam mengembangkan budaya yang ada di Kayong Utara. Terlebih daerah kita sebagai daerah yang pernah menjadi pusat kerajaan tertua di Kalimantan Barat, sehingga keistimewaannya harus dilestarikan dan dikembangkan,” ucap Citra. Kemudian, untuk eksistensi kebudayaan daerah, Citra akan mempromosikannya melalui pelaksanaan event-event pagelaran kesenian.
“Kita akan menyelenggarakan event-event pagelaran kesenian, yang mengangkat tentang budaya daerah. Hal ini demi memacu eksistensi serta mempromosikan kebudayaan yang ada di Kayong Utara,” ujar Bupati.
Sementara Ketua MABM Kabupaten Kayong Utara, Periode 2015-2020, Hildi Hamid menyatakan, dengan penduduk yang mayoritas berasal dari etnis Melayu, membuat daerah ini menyimpan potensi Budaya Melayu yang luar biasa. Jika dikemas dengan baik akan menjadi modal dasar dan aset yang tak ternilai harganya, untuk membentuk karakter dan pekerti masyarakat yang tangguh.
“Saya berpesan pada pemerintah daerah untuk tetap memiliki komitmen yang kuat, untuk terus memberdayakan potensi budaya yang ada di Kabupaten Kayong Utara, agar tetap lestari dan berkembang. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat,” Ujar Hildi Hamid yang juga mantan Bupati Kayong Utara.
Ketua MABM Provinsi Kalimantan Barat, Chairil Effendi mengungkapkan, bahwa masyarakat Kayong Utara harus berbangga karena memilliki banyak sekali peninggalan-peninggalan peradaban masa lalu, seperti gua cap di Sedahan yang usianya sezaman dengan gua yang ada di Maros, Sulawesi Selatan.
“Kayong Utara juga dapat kita sebut dengan daerah yang revolusioner, karena pada abad 17 masyarakat Kayong berani melawan Belanda, dengan membakar Kantor Pemerintah Kolonial Belanda di Sukadana. Sehingga Pemerintah Kolonial Belanda meninggalkan Kalimantan dan hampir 300 tahun kemudian, baru mereka berani menginjakan kaki lagi ke Bumi Kalimantan,” Ungkap Chairil yang juga sebagai Guru Besar di Universitas Tanjungpura ini.
Ia berpesan agar pengembangan kebudayaan dan ruh Melayu hidup, “Tidak masalah menggunakan nama MABM atau tidak, karena MABM hadir untuk menginspirasi munculnya ruh dan Melayu serta Kemelayuan tampak di setiap kegiatan,” kata Effendi. (Dji/Jap/Humas/editor : tantra nur andi)